MARAKNYA JURNALISME KUNING BAGI KALANGAN MEDIA
Oleh:
Atang Fauzi
Latar Belakang
Jurnalisme kuning yang merupakan
aliran jurnalisme yang mengarah kepada isi atau konten berita yang dibuat
berlebihan seakan akan sudah menjadi tradisi bagi para media untuk
menayangkannya, seksualitas, kekerasan dan propaganda seakan-akan sudah menjadi
sebuah nilai dalam pemberitaan, kode etik dan undang-undang pers sudah diperdulikan lagi.
Banyak sekali media-media yang
bergerak menganut paham jurnalisme kuning, hal ini jelas melanggar etika media,
namun itu tidak dijadikan sebuah permasalahan yang besar, karena media saat ini
lebih mementingkan kepada nilai jual dari apa yang ia tulis dan ia tampilkan,
karena oprasi media massa ditentukan dengan penghasilna dan keuntungan yang
dapat diraih dari oplah penjualnya, tentu pemilik media akan mengambil cara
yang sederhana dan mudah untuk meraup keuntungan dimata publik.
Pembahasan
A. Pengertian Jurnalisme Kuning
Dalam sebuah buku
yang berjudul Jurnalisme Masa Kini yang ditulis oleh Nuruddin dijelaskan bahwa
Jurnalisme kuning adalah jurnalisme pemburukan makna. Ini disebabkan karena
orientasi pembuatannya lebih menekankan pada berita-berita sensasional dari
pada substansi isinya. Tentu saja, karena tujuannya untuk meninngkatkan
penjualan ia sering dituduh jurnalisme yang tidak profesional, dan tak
beretika. Mengapa? Karena yang dipentingkan adalah bagaimana caranya masyarakat
suka pada beritanya. Perkara ia diprotes oleh kalangan tertentu tidak akan
bergeming. Perkara isinya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, itu soal
nanti.
B.
Karakteristik
Jurnalisme Kuning
Menurut
Adhiyasasti & Rianto (2006, 116-117), karakteristik koran kuning di
Indonesia terfokus pada halaman pertama. Terkait dengan halaman ini, setidaknya
ada empat ciri yang menonjol. Seperti:
1. Pemasangan
foto peristiwa kriminal dan foto perempuan dengan penekanan seksualitas tubuh
perempuan.
2. Headline
berukuran besar dengan warna-warni yang mencolok, misalnya merah, biru, kuning,
dan hijau.
3. Banyaknya
item berita di halaman muka. Jika biasanya koran umum memasang 5 hingga 8 item
berita, jumlah berita yang ditampilkan di halaman depan koran kuning berkisar
antara 10 sampai 25 item berita. Formatnya berupa berita yang sangat singkat,
bahkan kerap hanya berupa judul dan lead kemudian bersambung ke halaman dalam.
Uniknya, tidak sedikit judul dicetak sedemikian besar hingga ukurannya melebihi
isi berita itu sendiri.
4. Dilihat
dari iklan yang dimuat, koran kuning di Indonesia umumnya menampilkan berbagai
bentuk iklan yang tergolong vulgar, kadang dilengkapi dengan foto, gambar, atau
kata-kata sensasional. Iklan tersebut pada umumnya berbau seksual dan
supranatural (klenik), contohnya iklan pembesar alat vital laki-laki atau payudara
wanita, layanan telepon seks, pijat (message), mainan seks (sex toys),
paranormal, hingga penyembuhan alternatif. Pada beberapa koran kuning,
ciri-ciri di atas tidak hanya terlihat di halaman depan, namun juga berlaku
untuk halaman belakang, bahkan di halaman dalam.
Banyak sekali Contoh-contoh judul
yang biasanya melekat pada media yang dijuluki jurnalisme kuning (yellow
journalism). Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis,
sensasional, dan pembuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya
hanya satu,: agar masyarakat tertarik. Setelah tertarik diharapkan masyarakat
membelinya. Ini sesuai dengan psikologi komunikasi massa. Orang akan tertarik
untuk membaca atau membeli koran, yang diperhatikan pertama kali adalah judulnya.
Apalagi judul-judul yang dibuat sangat bombastis. Bahkan untuk menarik
perhatian pembaca, judul-judul yang dibuat ditulis secara besar-besaran dengan
warna yang mencolok dan tak jarang disertai dengan gambar yang sadis.
Pernahkan kita menjumpai judul-judul
berita yang bombastis, tetapi setelah dibaca isinya tidak substansial?
Misalnya, “Suami Bantai istri di depan Anak”, “Kemaluan Tiga Pelaku
Pengeroyokan Disundut Rokok”, “Mata Perampok Ojek Dicongkel Massa”, “ Gara-gara
Ingin Memiliki Sepeda Motor; Pelajar Gorok Leher Teman”, “ Malu Melahirkan
Hasil Hubungan Gelap: Wanita Patahkan Kaki Bayi”. Ini beberapa judul berita
yang berasal dari media cetak yang pernah terbit di Jakarta.
Diantara judul-judul itu ada
kesamaan. Kasus yang sedang dibahas ditulis dengan hiperbola. Seolah terkesan
seram, angker, sadis, kejam dan semacamnya. Misalnya pilihan kata “dibacok”,
“digorok”, “tewas terpanggang”, atau “mata dicongkel”. Padahal bisa jadi tidak
seperti itu kenyataannya. Bisa jadi juga seseorang tewas biasa, tetapi kalau
sudah masuk konstruksi berita media cetak seperti itu judul menjadi masalah
lain. Dengan kata lain, ada sesuatu yang dibesar-besarkan untuk menarik
perhatian pembaca.
Jurnalisme Kuning dan
Etika
DAFTAR PUSTAKA
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Rajawali
Pers, 2009)
Adhiyasasti, Menur dan Puji
Rianto, 2006, “Jurnalisme Kuning di
Indonesia dan Matinya Profesionalitas”. Dalam Rahayu (ed.), Menyingkap
Profesionalisme Kinerja Surat Kabar di Indonesia, Yogyakarta: PKMBP-Dewan Pers,
dan Departemen Komunikasi dan Informatika Sekretariat Dewan Pers
mantapppppp