Unknown
BAB II
PEMBAHASAAN

A.    Sejarah Radio MPM Cemerlang
MPM Cemerlang adalah gabungan dari dua perusahaan yaitu PT. Miftah Putra Mandiri (MPM) dan Studio Photo digital Cemerlang. pada awalnya radio ini bernama radio cemerlang, yang bergerak di gelombang 107.2 FM. Namun sebagian besar sahamnya dibeli oleh PT. Miftah Putra Mandiri, Sehingga pada tahun 2002 berganti nama menjadi MPM Cemerlang  dan diakui sebagai radio siaran swasta di kota Depok, provinsi Jawa Barat.
Pada awal berdirinya tidak seindah yang dibayangkan, karena banyak komplain dari berbagai elemen masyarakat, khususnya bagi pemilik radio swasta lain. kehadiran Radio MPM Cemerlang dianggap mengganggu gelombang frekuensi radio lain, namun pemilik dan para staf dari MPM Cemerlang terus bersabar dalam menghadapinya, mereka berfikir bagaimana caranya membuat masyarakat berminat untuk mendengarkan dan mencintai Radio MPM Cemerlang  tersebut. Sehingga para karyawan dan pemilik berusaha untuk mengenalkan radio MPM Cemerlang ini melalui mulut ke mulut antar teman, saudara, sahabat, kerabat, ataupun dengan menggunakan social media, seperti facebook dan twitter. Sehingga lama kelamaan radio ini dapat diterima oleh masyarakat depok, dan dijadikan sebagai radionya kota Depok.
Dan ternyata cara yang dilakukan tersebut membuahkan hasil, kini masyarakat Depok sedikit demi sedikit menjadi tahu akan Radio MPM cemerlang ini, para masyarakat pun juga memberikan respon yang sangat bagus, mereka mengatakan bahwa acara atau program-program yang disajikan  memiliki segmentasi yang pas yaitu memberikan acara yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
“Akan tetapi tentunya kami tidak langsung berbangga hati atas pencapaian kami saat ini. justru kami semakin berusaha dan berupaya memikirkan dan bekerja keras agar radio ini tetap diminati oleh para pendengarnya dengan cara memberikan acara yang bagus, baru, dan berniat untuk membuat fans klub radio MPM Cemerlang.”ujar salah seoarang penyiar radio.          
 Radio MPM Cemerlang juga memiliki  tujuan agar apa yang dirintis bisa menjadi radio yang berkepanjangan. Yaitu radio yang selalu hidup dan dicintai oleh Masyarakat Depok.

B.     Segmentasi Pasar Radio MPM Cemerlang
Strategi segmentasi pasar yang dilakukan Radio MPM Cemerlang untuk menarik audience melalui tiga konsep yaitu segmentasi, targeting, dan positioning.
1. Langkah-langkah segmentasi  Radio MPM Cemerlang adalah sebagai berikut:
a.       Menyeleksi pasar atau kategori produk untuk dipelajari dengan terus berusaha membuat program yang digemari oleh audiens. Terlebih dahulu mempelajari karakter audiens dan berbagai program dari radio-radio lain yang berhasil menjadi favorit audiens. Setelah memahami karakter audiens dan program dari radio-radio lain yang menjadi favorit audiens, Radio MPM Cemerlang membuat program yang memenuhi keinginan dan sesuai dengan karakter audiens.
b.      Memilih satu atau beberapa basis untuk melakukan segmentasi pasar menggunakan segmentasi demografis yang memenuhi empat kriteria dasar segmen yaitu substantiality (jumlahnya cukup substansial atau substansialitas), identifiability and measurability (dapat diidentifikasi dan diukur), accessibility (dapat diakses) dan responsiveness (daya tanggap) sesuai dengan data Masyarakat Kota Depok yang cukup lengkap dan dapat menjadi tolak ukur untuk ukuran segmen.
c.       Menyeleksi deskriptor segmentasi untuk mengidentifikasi variabel-variabel segmentasi yang lebih spesifik seperti umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan sehingga mendapatkan segmen yang tepat.
·         Segmentasi umur yang diambil oleh MPM Cemerlang adalah usia 25 sampai 50 tahun, karena menurutnya pada segmentasi umur tesebut lebih sering menggunakan radio sebagai media hiburan, dan lebih mudah juga untuk menarik iklan  dari berbagai perusahaan atau intansi, pada usaha tersebutlah minat daya beli masyarakat tinggi, karena sudah mapan dan berpenghasilan. Untuk menarik minat pada usia tersebut, Radio MPM Cemerlang menyuguhkan lagu-lagu dangdut, karena lagu dangdut sangat diminati oleh masyarakat depok.
·         Dari segi pendidikan, Radio MPM Cemerlang juga mempunyai tujuan dan cita-cita, bahwa selain menjadi media hiburan, MPM Cemerlang bisa juga digunakan sebagai sarana pendidikan dan informasi, hal ini untuk menarik daya minat audience bagi kalangan yang berpendidikan seperti para siswa, mahasiswa, pekerja kantoran dan pemerintahan. dengan menyuguhkan acara-acara yang mendidik dan memberikan berbagai informasi, khususnya mengenai kota Depok, seperti program acara selamat pagi depok, dan selamat siang depok, yang menyuguhkan berbagai informasi kota depok khususnya dibidang pendidikan. 
·         Segmentasi pekerjaan yang diambil oleh Radio MPM Cemerlang Depok adalah para pekerja lepas seperti buruh, penjaga pasar, tukang bangunan, satpam, hansip, dll. Lebih banyak waktu nganggur dan biasanya mengisi kekosongan dengan mendengarkan radio, acara-acara yang disuguhkan tersebut biasanya hanya digunakan sebagai hiburan, jadi untuk menarik minat audience tersebut harus menyuguhkan acara hiburan, dan acara MARGONDA (Mari Goyang Dangdut) sangat cocok dan sangat diminati oleh masyarakat Depok.
d.      Membuat profil segmen dengan mempertimbangkan bagaimana keadaan masyarakat sekitar dan bagaimana visi dan misi Radio MPM Cemerlang dapat tercapai serta mengawasi dan mengevaluasi perkembangan segmen tersebut oleh bagian marketing dan produksi.
e.       Menyeleksi pasar sasaran MPM Cemerlang dengan mempertimbangkan keadaan segmen audiens sebagai masyarakat di Kota Depok  yang penduduknya memiliki ras dan suku yang berbeda beda, sehingga MPM Cemerlang  mengambil Segmen yang lebih luas yaitu keluarga agar lebih maksimal dan bisa memberikan informasi untuk seluruh kalangan masyarakat sehingga kapasitas dan kategori iklan yang luas bisa masuk.
f.       Merancang, menerapkan, dan mempertahankan bauran pemasaran yang dimulai dari proses produksi program sesuai segmentasinya. Bagian marketing mengajukan penawaran iklan kepada klien, melakukan follow up kepada klien yang telah menanggapi untuk memastikan persetujuan kerjasama. Klien memilih program Radio MPM Cemerlang untuk iklan produknya dan memberikan materi iklan untuk diolah oleh bagian produksi. Pihak klien dan bagian marketing MPM Cemerlang membuat MOU setelah ada persetujuan iklan. Iklan disiarkan oleh penyiar MPM Cemerlang dan sampai kepada audiens.
2. Penetapan sasaran (targeting) Radio MPM Cemerlang 107.2 FM
Radio MPM Cemerlang menggunakan strategi penetapan sasaran segmen majemuk yaitu memilih untuk melayani dua atau lebih segmen pasar yang didefinisikan dengan baik dan mengembangkan suatu bauran pemasaran yang tepat agar dapat menjangkau seluruh Masyarakat kota Depok sebagai audiensnya dengan mempertimbangkan empat kriteria yang harus dipenuhi pengelola media penyiaran untuk mendapatkan target audiens yang optimal (responsif, potensi penjualan, pertumbuhan memadai, jangkauan iklan) yaitu:
a.    Audiens sasaran Radio MPM Cemerlang cukup responsif terhadap program yang ditayangkan. Respon audiens ditunjukkan dengan adanya telepon dan sms yang masuk saat siaran program.
b.    Setiap program yang disiarkan Radio MPM Cemerlang memiliki potensi penjualan yang cukup besar ditunjukkan dengan banyaknya perusahaan yang mempercayakan iklannya di MPM Cemerlang.
c.    Pertumbuhan audiens MPM Cemerlang yang dipengaruhi oleh gaya hidup, musik dan informasi yang sedang berkembang di Wilayah Kota depok  dan sekitarnya disikapi dengan menghadirkan program-program yang selalu up to date mengikuti perkembangan gaya hidup, musik dan informasi di Wilayah Depok dan sekitarnya.
3. Penempatan (positioning) Radio MPM Cemerlang 107.2 FM
Positioning pada Radio MPM Cemerlang menggunakan struktur persaingan diferensiasi yaitu perusahaan bertindak lebih rasional, tidak ingin unggul dalam segala hal, tetapi membatasinya pada satu atau beberapa segi saja yang lebih unggul dari pesaing-peasingnya. MPM Cemerlang unggul dalam program program lagu campur sarinya.
Positioning Radio MPM Cemerlang dilandasi oleh banyak faktor, antara lain melihat kondisi Masyarakat Depok yang membutuhkan media penyiaran (radio) yang memberikan hiburan dam informasi. MPM Cemerlang  menggunaan tagline “Radionya Kota Depok” yang dapat menunjukkan bahwa radio MPM Cemerlang merupakan stasiun radio yang memiliki kedekatan dengan masyarakat depok, dan menjadi pusat hiburan dan informasi masyarakat depok.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada stasiun Radio MPM Cemerlang 107.2 FM mulai dari wawancara dilanjutkan dengan mencari data dari dokumen-dokumen atau arsip-arsip MPM Cemerlang yang dapat mendukung dan menguatkan hasil wawancara, serta melakukan observasi mengumpulkan data-data dengan mengamati objek yang diteliti sehingga dapat diambil kesimpulan yang diharapkan dapat menjawab rumusan masalah dalam strategi segmentasi pasar untuk merebut audience dimulai dengan menyeleksi pasar atau kategori produk untuk dipelajari, memilih satu atau beberapa basis untuk melakukan beberapa segmentasi pasar menggunakan segmentasi demografis yang memenuhi empat kriteria dasar segmen subtantiality, identifiability, measurability, accessibility and resvonssiveness, menyeleksi deskriptor segmentasi untuk mengidentifikasi variabel-variabel segmentasi yang lebih sfesifik seperti umur dan pekerjaan, membuat profil segmen dengan mempertimbangkan keadaan sekitar serta visi dan misi dari MPM Cemerlang, menyeleksi pasar sasaran yang sesuai dengan segmentasinya. Sehingga MPM Cemerlang menjadi Radio pilihan masyarakat Depok.
Setelah melakukan penelitian mengenai strategi segmentasi pasar untuk merebut audience Radio MPM Cemerlang kota Depok, kami ingin memberikan saran yang mungkin dapat bermanfaat khususnya yang berkaitan tentang strategi segmentasi. Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1.      Mengoptimalkan website Radio MPM Cemerlang dengan ditampilkannya info-info yang selalu update terutama pada profil Radio MPM Cemerlang agar audiens dan klien dapat mengetahui lebih jelas tentang Radio MPM Cemerlang dan tertarik untuk membaca info-info yang selalu update, karena tampilan website MPM Cemerlang dan infonya pun sudah lama tidak di update.
2.      Meningkatkan kerjasama dengan klien dan lebih mendekatkan diri dengan audiens mengingat semakin berkembangnya radio-radio yang menjadi pesaing Radio MPM Cemerlang Kota Depok.



DAFTAR PUSTAKA
Masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, Yogyakarta: LkiS, 2004
Morissan, Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi, Jakarta: Kencana, 2011.
Onong Uchjana Effendy, Radio Siaran Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 1990.



Lampiran 1









Kelompok Penelitian Brodcasting radio tentang “strategi segmentasi pasar untuk merebut audience”, memberikan cendramata dan berphoto bersama dengan penyiar radio MPM Cemerlang setelah selesai melakukan wawancara di Studio MPM Cemerlang 107.2 FM.
Jl. Arif Rahman Hakim. Depok, Jawa Barat. Kamis (15/05).








Kelompok Penelitian Brodcasting radio tentang “strategi segmentasi pasar untuk merebut audience”, Berphoto bersama diruang siaran setelah selesai ON AIR program MARGONDA (Mari Goyang Dangdut) di Radio MPM Cemerlang 107.2 FM.
 Jl. Arif Rachman hakim, Depok, jawa Barat. Kamis (15/05).
Lampiran 2


Lampiran 3


Unknown
A.     Karakteristik Penelitian Kualitatif
Metode kualitatif memiliki beberapa sifat khas, yaitu penekanan pada lingkungan yang alamiah (naturalistic setting), induktif (inductive), fleksibel (flexible), pengalaman langsung (direct experience), kedalaman (indepth), proses, menangkap arti (verstehen), keseluruhan (wholeness), partisipasi aktif dari partisipan dan penafsiran (interpretation).[1]  Menurut Merguerite, bahwa Penelitain kualitatif diciri-khaskan dengan sifat fleksibel, naturalistik dalam pengumpulan data dan tidak menggunakan standar instrumen.[2] Beberapa karakteristik penelitian kualitatif yang menonjol, antara lain sebagai berikut :
1. Natural Setting
Ciri utama metode penelitian kualitatif adalah penekanannya pada lingkungan yang alamiah. Alamiah (natural) berarti bahwa data yang diperoleh dengan cara berada di tempat di mana penelitian itu dibuat.[3] Jadi, topik penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi asli apa adanya, sesuai dengan di mana, dan kapan subjek penelitian berada. Dengan demikian sasaran penelitian berada dalam posisi kondisi asli seperti apa adanya secara alami tanpa rekayasa penelitian.
Alamiah juga berarti bahwa konteks dan situasi subjek penelitian dipahami dan diuraikan secara jelas dan luas sehingga pembaca merasa benar-benar berada dan terlibat di dalamnya.[4] Peneliti harus mampu dan apik dalam mediskripsikan penelitiannnya. Kemampuan peneliti melakukan yang demikian akan membawa para pembaca untuk ikut terlibat di dalamnya. Karena latar dan setting agama, politik, sosial dan budaya jika didiskripsikan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dengan bahasa yang baik lagi benar akan mampu menghipnotis pembaca untuk merasa ikut terlibat dalam suasana tersebut. Oleh karena itu kehadiran seorang peneliti di tempat penelitiannya secara penuh akan mampu mengahdirkan penelitiannya secara jelas dan tanpa dibut-buat.[5]


2.  Induktif
Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif. Data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau menolak hipotesis penelitian, tetapi abstraksi disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan melalui proses pengumpulan data yang dilakukan secara teliti.
Induktif biasanya dimulai dengan mengobservasi sasaran penelitian secara rinci menuju generalisasi dan ide-ide yang abstrak. Dikatakan juga bahwa cara induktif berawal dari suatu fakta dan realita.[6] Adapun tujuan dari induktif adalah untuk menemukan pola-pola atau tema-tema hasil analisa data yang diperoleh lewat wawancara. Cara induktif berbeda dengan deduktif . Deduktif bertitik tolak  dari hal yang umum menuju yang khusus, dari asumsi dan hipotesis ke realita dan fakta.[7]
3.      Fleksibel
Fleksibel berarti terbuka terhadap kemungkinan penyesuaian terhadap keadaan yang selalu berubah dan memungkinkan perolehan pengertian mendalam. Peneliti harus terhindar dari formalitas yang kaku yang menutup kemungkinan bila peneliti memiliki kebebasan dan fleksibel terhadap situasi yang ada dan cukup kreatif menyesuaikan diri dengan keadaan.[8]
Juga dalam penelitian kualitatif, desain disusun secara lentur dan terbuka disesuaikan dengan kondisi sebenarnya yang dijumpai di lapangan. Penelitian tidak menerima desain yang ditentukan secara apriori karena tidak tepat dalam menghadapi realitas dari berbagai masalah yang sebelumnya tidak diketahui.
Penelitian kualitatif harus melihat situasi dan kondisi penelitian. Jika terjadi perubahan ketika penelitian berlangsung, maka penelitian pun harus menyesuaikan diri. Artinya segala bentuk pengumpulan data harus dilakukan kembali hingga data diperoleh lebih komplit sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi saat penelitian.


4.      Keseluruhan (wholeness)
J. Amos Hatch menjelaskan dalam bukunya – Doing Qualitative Research in Education Setting – sebagai berikut:
“Qualitative work starts with the assumtion that social setting ate unique, dynamic, and complex. Qualitative methods provides mean whereby social contexts can be systematically examined as a whole, without breaking them down into isolated, incomplete, and disconnected variables.[9]
Jadi, termasuk ciri khas penelitian kualitatif adalah kontek sosialnya dapat diperiksa secara menyeluruh, tanpa menjadikannya terisolir, tidak lengkap dan menjadi variabel terputus.
5.      Pengertian Mendalam (verstehen)
Artinya, metode ini hendak mempelajari bagaimana orang mengerti sesuatu. Pada prinsipnya manusia selalu mengungkapkan diri dalam bentuk simbol-simbol. Simbol ini memiliki arti. Untuk itu wawancara merupakan media yang penting untuk menangkap pemahaman dan pengertian orang atas simbol-simbol yang digunakan.[10]
6.      Fokus pada Makna (Centrality of Meaning)
Penelitian kualitatif memusatkan pada kegiatan ontologis, sehingga data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar memiliki makna yang lebih nyata daripada sekedar angka atau frekuensi.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti kadang-kadang berhadapan dengan data-data yang berbentuk simbol-simbol, manuskrip-manuskrip berbahasa simbolik, yang mana data-data tersebut harus didalami maknanya secara mendalam dan fokus. Dalam penelitian kebudayaan, agama, sosial dan sejarah sering kali didapati data-data semacam relief, gambar ukiran, patung dan lain sebagainya.



Daftar Pustaka:
Raco, Dr. J. R . M.E., M.Sc. Metode Penelitian Kualitatif; Jenis, karakteristik dan Keunggulan, Jakarta:Grasindo
Hatch, J. Amos, , Doing Qualitative Research in Education Setting,  (New York: State University of New York Press, 2002
odico, Marguerite G. at all, Methods in Educational Research: From Theory to Practice, San Francisco:Wiley,2010.




[1] Dr. J. R .Raco, M.E., M.Sc. Metode Penelitian Kualitatif; Jenis, karakteristik dan Keunggulan, (Jakarta:Grasindo), h. 56.
[2] Marguerite G. Lodico, at all, Methods in Educational Research: From Theory to Practice, (San Francisco:Wiley,2010), h. 112.
[3] Ibid h. 113.
[4] Marguerite G. Lodico, at all, Methods in Educational Research: From Theory to Practice, (San Francisco:Wiley,2010), h. 57.
[5] Ibid h. 58
[6] Marguerite G. Lodico, at all, Methods in Educational Research: From Theory to Practice, (San Francisco:Wiley,2010), h. 59.
[7] Ibid
[8] Ibid h. 59-60
[9] J. Amos Hatch, Doing Qualitative Research in Education Setting,  (New York: State University of New York Press, 2002), h. 9.
Artinya: "Pekerjaan kualitatif dimulai dengan asumsi bahwa setting sosial yang unik, dinamis, dan kompleks. Metode kualitatif menyediakan makna dimana konteks sosial dapat sistematis diperiksa secara keseluruhan, tanpa merusaknya menjadi terisolir, tidak lengkap, dan variabel terputus”
[10] Ibid h. 62
Unknown
MARAKNYA JURNALISME KUNING BAGI KALANGAN MEDIA
Oleh:
Atang Fauzi

Latar Belakang
Jurnalisme kuning yang merupakan aliran jurnalisme yang mengarah kepada isi atau konten berita yang dibuat berlebihan seakan akan sudah menjadi tradisi bagi para media untuk menayangkannya, seksualitas, kekerasan dan propaganda seakan-akan sudah menjadi sebuah nilai dalam pemberitaan, kode etik dan undang-undang pers  sudah diperdulikan lagi.
Banyak sekali media-media yang bergerak menganut paham jurnalisme kuning, hal ini jelas melanggar etika media, namun itu tidak dijadikan sebuah permasalahan yang besar, karena media saat ini lebih mementingkan kepada nilai jual dari apa yang ia tulis dan ia tampilkan, karena oprasi media massa ditentukan dengan penghasilna dan keuntungan yang dapat diraih dari oplah penjualnya, tentu pemilik media akan mengambil cara yang sederhana dan mudah untuk meraup keuntungan dimata publik.
Pembahasan
A.     Pengertian Jurnalisme Kuning
Dalam sebuah buku yang berjudul Jurnalisme Masa Kini yang ditulis oleh Nuruddin dijelaskan bahwa Jurnalisme kuning adalah jurnalisme pemburukan makna. Ini disebabkan karena orientasi pembuatannya lebih menekankan pada berita-berita sensasional dari pada substansi isinya. Tentu saja, karena tujuannya untuk meninngkatkan penjualan ia sering dituduh jurnalisme yang tidak profesional, dan tak beretika. Mengapa? Karena yang dipentingkan adalah bagaimana caranya masyarakat suka pada beritanya. Perkara ia diprotes oleh kalangan tertentu tidak akan bergeming. Perkara isinya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, itu soal nanti.
B.      Karakteristik Jurnalisme Kuning
Menurut Adhiyasasti & Rianto (2006, 116-117), karakteristik koran kuning di Indonesia terfokus pada halaman pertama. Terkait dengan halaman ini, setidaknya ada empat ciri yang menonjol. Seperti:
1.       Pemasangan foto peristiwa kriminal dan foto perempuan dengan penekanan seksualitas tubuh perempuan.
2.       Headline berukuran besar dengan warna-warni yang mencolok, misalnya merah, biru, kuning, dan hijau.
3.       Banyaknya item berita di halaman muka. Jika biasanya koran umum memasang 5 hingga 8 item berita, jumlah berita yang ditampilkan di halaman depan koran kuning berkisar antara 10 sampai 25 item berita. Formatnya berupa berita yang sangat singkat, bahkan kerap hanya berupa judul dan lead kemudian bersambung ke halaman dalam. Uniknya, tidak sedikit judul dicetak sedemikian besar hingga ukurannya melebihi isi berita itu sendiri.
4.       Dilihat dari iklan yang dimuat, koran kuning di Indonesia umumnya menampilkan berbagai bentuk iklan yang tergolong vulgar, kadang dilengkapi dengan foto, gambar, atau kata-kata sensasional. Iklan tersebut pada umumnya berbau seksual dan supranatural (klenik), contohnya iklan pembesar alat vital laki-laki atau payudara wanita, layanan telepon seks, pijat (message), mainan seks (sex toys), paranormal, hingga penyembuhan alternatif. Pada beberapa koran kuning, ciri-ciri di atas tidak hanya terlihat di halaman depan, namun juga berlaku untuk halaman belakang, bahkan di halaman dalam.
Banyak sekali Contoh-contoh judul yang biasanya melekat pada media yang dijuluki jurnalisme kuning (yellow journalism). Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pembuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu,: agar masyarakat tertarik. Setelah tertarik diharapkan masyarakat membelinya. Ini sesuai dengan psikologi komunikasi massa. Orang akan tertarik untuk membaca atau membeli koran, yang diperhatikan pertama kali adalah judulnya. Apalagi judul-judul yang dibuat sangat bombastis. Bahkan untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul yang dibuat ditulis secara besar-besaran dengan warna yang mencolok dan tak jarang disertai dengan gambar yang sadis.
Pernahkan kita menjumpai judul-judul berita yang bombastis, tetapi setelah dibaca isinya tidak substansial? Misalnya, “Suami Bantai istri di depan Anak”, “Kemaluan Tiga Pelaku Pengeroyokan Disundut Rokok”, “Mata Perampok Ojek Dicongkel Massa”, “ Gara-gara Ingin Memiliki Sepeda Motor; Pelajar Gorok Leher Teman”, “ Malu Melahirkan Hasil Hubungan Gelap: Wanita Patahkan Kaki Bayi”. Ini beberapa judul berita yang berasal dari media cetak yang pernah terbit di Jakarta.
Diantara judul-judul itu ada kesamaan. Kasus yang sedang dibahas ditulis dengan hiperbola. Seolah terkesan seram, angker, sadis, kejam dan semacamnya. Misalnya pilihan kata “dibacok”, “digorok”, “tewas terpanggang”, atau “mata dicongkel”. Padahal bisa jadi tidak seperti itu kenyataannya. Bisa jadi juga seseorang tewas biasa, tetapi kalau sudah masuk konstruksi berita media cetak seperti itu judul menjadi masalah lain. Dengan kata lain, ada sesuatu yang dibesar-besarkan untuk menarik perhatian pembaca.
Jurnalisme Kuning dan Etika



DAFTAR PUSTAKA
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Rajawali Pers, 2009)

Adhiyasasti, Menur dan Puji Rianto, 2006, “Jurnalisme Kuning di Indonesia dan Matinya Profesionalitas”. Dalam Rahayu (ed.), Menyingkap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar di Indonesia, Yogyakarta: PKMBP-Dewan Pers, dan Departemen Komunikasi dan Informatika Sekretariat Dewan Pers
Unknown
BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Komunikasi sangatlah diperlukan bagi setiap individu, karena pada dasarnya setiap manusia selalu berkomunikasi dengan yang lain, namun tidak sedikit orang yang kurang memahami karakteristik yang sedang dikomunikasikannya tersebut, untuk itu kita sebagai mahasiswa komunikasi harus memahami karakteristik yang dikomunikasikan (Pesan) dan juga alat untuk berkomunikasi (Media), Untuk mencapai proses keberhasilan dalam berkomunikasi.
B.     Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang di atas dapat diketahui bahwa rumusan masalah penulisan ini yaitu:
1.      Bagaimana karakteristik pesan itu?
2.      Apa saja yang termasuk bagian dalam karakteristik pesan?
3.      Bagaimana Karakteristik media itu?
C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, penulis memiliki tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui karakteristik pesan dan media
2.      Mengetahui bagian dari karakteristik pesan dan media
D.    Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang mempelajari mata kuliah psikologi komunikasi tentang karakteristik pesan dan media dan dijadikan bahan utama untuk berdiskusi.




BAB II
PEMBAHASAN
KARAKTERISTIK PESAN DAN MEDIA

I.          KARAKTERISTIK PESAN
Pesan dalam komunikasi ini tidak harus perkataan, pesan disini dapat berupa gerakan, suara, tulisan, simbol, dan lain-lain. Pesan dalam komunikasi digolongkan menjadi dua macam, yaitu pesan verbal dan non-verbal. Pesan verbal merupakan pesan berupa kata-kata (bahasa), sedangkan non-verbal merupakan pesan yang isinya bukanlah kata-kata, seperti gerakan tubuh.

A.  Karakteristik Pesan Verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal.[1] Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Dalam buku Jalaluddin Rakhmat (2012), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan (socially shared means for expressing ideas).[2] Ia menekankan dimiliki bersama (socially shared), karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa.
Bahasa mempunyai karakteristik yaitu:
1.    Pengalihan. Karena bahasa, kita mengenal pengalihan (displacement), kita dapat berbicara mengenai hal-hal yang jauh dari kita, baik dari segi tempat maupun waktu. Kita dapat berbicara tentang masa lalu atau masa depan semudah kita berbicara tentang masa kini. Dan kita dapat berbicara tentang hal-hal yang tidak pernah kita lihat seperti tentang manusia duyung, kuda bertanduk, kuda terbang, makhluk planet lain.
2.    Pelenyapan cepat. Suara bicara melenyap dengan cepat. Suara harus diterima dengan segera setelah itu dikirimkan atau kita tidak akan pernah menerimanya.
3.    Kebebasan makna. Isyarat  bahasa mempunyai kebebasan makna, mereka tidak memiliki karakteristik atau sifat dari benda atau hal yang mereka gambarkan. Suatu kata memiliki arti atau makna yang mereka gambarkan karena kitalah yang secara bebas yang menentukan arti atau maknanya.
4.    Transmisi budaya. Bentuk bahasa manusia dipancarkan secara budaya atau tradisional. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga berbahasa inggris akan menguasai bahasa inggris atau sedikit banyaknya mereka akan tau bahasa inggris dikarenakan faktor lainnya.

B.  Karakteristik Pesan Non-Verbal
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pesan nonverbal adalah setiap informasi atau emosi yang dikomunikasikan tanpa menggunakan kata-kata atau nonlinguistic. Pesan nonverbal adalah penting, sebab apa yang kita sampaikan mempunyai makna jauh lebih penting dari apa yang kita katakan.
Adapun karakteristik pesan nonverbal, sebagai berikut[3]:
a.    Memiliki Sifat Berkesinambungan
Kata-kata yang keluar dari mulut, ada waktunya atau sewaktu-waktu, isyarat-isyarat nonverbal keluar secara berkesinambungan. Sebagai contoh, seseorang yang mengajukan pertanyaan. Seketika itu juga orang tersebut melihat responsnya (orang yang menerima pertanyaan), terhadap pertanyaan yang dilontarkan. Hal itu dilakukannya untuk mendapat petunjuk dari reaksinya apakah menyukai apa yang sedang dibicarakan atau tidak.
Jadi, setelah pesan verbal keluar, pada saat yang bersamaan isyarat nonverbal tampil keluar. Begitulah setiap kali ketika berbicara dengan orang ain.
b.    Kaya dalam Makna
Terkadang, kita tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan ketika berkomunikasi dengan orang lain. Melalui bahasa isyarat tubuh apakah mimic wajah, gumaman, pandangan mata, gerakan tangan, dan sebagainya memberikan banyak makna dibandingkan pesan verbal yang disampaikan. Jadi, orang lain cenderung lebih mencari arti apa yang kita ucapkan melalui bahasa tubuh yang kita tampilkan.
c.    Dapat Membingungkan
Meskipun komunikasi nonverbal kaya dengan makna, tetapi dapat juga membingungkan. Isyarat-isyarat tertentu dapat berarti sesuatu yang secara keseluruhan berbeda dari apa yang kita bayangkan. Hal ini disebabkan banyak isyarat-isyarat tertentu yang sama pengertiannya dengan sebagian orang, tetapi tidak sama dengan sebagian orang yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh faktor budaya, kebiasaan, dan norma yang dianut oleh sebagian orang yang berbeda-beda.
d.   Menyampaikan Emosi
Untuk mengungkapkan isi hati tidak selalu harus dengan cara verbal. Misalnya, ketika melihat orang yang sedang tersenyum atau tertawa, kita bisa menafsirkan orang itu sedang gembira. Sama halnya jika kita marah, kita akan memilih diam atau menyendiri daripada mengungkapkannya kepada orang lain,apalagi terhadap objek yang membuat kita marah.
e.    Dikendalikan Oleh Norma-norma dan Peraturan Mengenai Kepatutan
Norma dan peraturan umumnya amat berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain. Kebanyakan norma dan peraturan dipelajari sejak kecil dari bimbingan orang tua dan keluarga.
f.     Terikat Pada Budaya
Budaya pada hakikatnya merupakan gejala non-verbal. Yakni, kebanyakan aspek dari budaya dipelajari melalui pengamatan dan mencontoh dan bukan melalui pengajaran verbal. Setiap budaya memiliki Perilaku nonverbalnya masing-masing. Oleh karena itulah, kita sering kali sulit mengartikan dan menguasai komunikasi nonverbal dari budaya lain.

II.          KAREKTERISTIK MEDIA
Tanpa teknologi, komunikasi dasar, seperti alat tulis, lembaran untuk ditulis, -atau benda elektronik penggantinya- tidak akan ada cara untuk menjaga pesan, atau untuk membuat dan memindahkan mereka dari satu tempat ke tempat yang yang lain. Dan jika tidak ada percetakan, telegraf, telekomunikasi, atau internet, tidak akan mungkin kita bisa dengan cepat mendistribusikan satu pesan pun ke sejumlah lokasi yang berjauhan di dunia.  Untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang media, berikut adalah karakteristik media[4]:

a.    Serempak (Sinkron) – Acak (Tidak Sinkron)
Dalam beberapa situasi komunikasi, terdapat jeda waktu yang sangat besar antara produksi pesan dan konsumsinya; sementara pada situasi-situasi lain hanya terdapat sedikit jeda, atau malah sama sekali tanpa jeda. Perilaku verbal dan nonverbal yang dibuat, membentuk pesan-pesan yang secara instan dimungkinkan untuk mendapat perhatian dari para peserta interaksi. Dalam situasi demikian, komunikasi adalah serempak (shynchronus). Dalam situasi lain, pembuatan dan pengiriman pesan tidak disinkronkan secara waktu dengan penerimaan dan penggunaannya. Terjadi penundaan (delay) waktu dalam hitungan detik, menit, jam, hari, atau bahkan beberapa tahun, -contohnya adalah, antara percetakan buku dan saat dibaca oleh orang di wilayah atau negeri yang berbeda. Dalam situasi demikian, komunikasi adalah tidak serempak (asynchronus).
b.    Interaktivitas Rendah – Interaktivitas Tinggi
Media komunikasi adalah beragam tergantung pada sejauh mana isi pesan dan waktu lebih dikendalikan oleh sumber ketimbang oleh pengguna. Dengan media massa seperti buku, televisi, surat kabar, dan majalah, isi dan waktu produksi dan distribusiannya lebih dikendalikan oleh sumber. Keputusan konsumen mempunyai dampak terhadap isi, tetapi pengaruhnya tertunda dan sering kali bersifat tidak langsung. Dalam jangka pendek, individu-individu tidak memiliki cara untuk berinteraksi dengan atau untuk mengontrol isi pesan maupun pengaturan waktunya. Media lain, seperti telepon, e-mail, faks, dan lain-lain, memiliki sifat yang lebih interaktif. Mereka membolehkan penerima untuk lebih mengontrol waktu, isi, dan lokasi penggunaannya.
c.    Kehadiran Sosial Rendah – Kehadiran Sosial Tinggi
Dalam beberapa situasi, peristiwa komunikasi sangat pribadi, ramah, dan hangat. Dalam situasi lain, proses situ tampak tidak pribadi, tidak ramah, dan dingin. Ketika situasi jenis pertama muncul, peristiwanya disebut memiliki tingkat kehadiran sosial yang tinggi; sementara situasi yang kedua terkategori memiliki tingkat kehadiran sosial yang rendah. Bukan suatu hal yang mengejutkan, komunikasi tatap muka tergolong memiliki tingkat kehadiran sosial yang tinggi dibandingkan dengan komunikasi melalui media.




BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Pesan dan media merupakan unsur yang ada dalam proses komuikasi, pesan sebagai gerakan, suara, tulisan, simbol, dan lain-lain yang memiliki dua jenis pesan yaitu pesan verbal dan non verbal, dari kedua jenis pesan tersebut mempunyai karakteristik masing-masing yang berbeda, karakter dari pesan verbal mengutamakan kekuatan bahasa yang dijadikan sebuah sembol, sedangkan dari pesan non verbal menguatakan sebuah emosi atau perasaan, sehingga mampu memberikan sembol yang dapat dipahami oleh orang lain.
Selain dari pesan, media juga mmpunyai karakteristik yang dilihat dari situasi komunikasi, hubungan antara penerima pesan dengan media dan keterbatasan antara komunikan dengan media.
B.     Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa makalah in belum sempurna, maka penulis mebutuhkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Budyatna, Muhammad. M. Ganiem Leila. 2011. Teori Komunikasi AntarPribadi . Kencana: Jakarta.
D. Ruben, Brent. P. Stewart, Lea. Penerjemah: Hamad, Ibnu. 2013. Komunikasi dan Perilaku Manusia. Rajawali Pers: Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi . PT remaja Rodaskarya: Bandung.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: suatu pengantar . Remaja Rosdakarya: Bandung.






[1] Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: suatu pengantar (Bandung: Remaja Rosdakarya), 2005
[2] Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi (Bandung: PT remaja Rodaskarya), 2012. Cet.28. hal.265
[3] Budyatna, Muhammad. M. Ganiem Leila. Teori Komunikasi AntarPribadi (Jakarta: Kencana), 2011. Ed. 1. Cet. 1. h. 111
[4] D. Ruben, Brent. P. Stewart, Lea. Penerjemah: Hamad, Ibnu. Komunikasi dan Perilaku Manusia (Jakarta: Rajawali Pers), 2013. Ed.1. Cet.1. h.223

About

Random Post